Rabu, 18 Maret 2015



ILE LEWOTOLOK….
Gambaran Sebuah Keagungan.


Ile Lewotolok adalah nama sebuah G. Api di kabupaten Lembata, yang kemudian lebih di kenal dengan sebutan Ile Ape.  Nama ile Ape adalah nama kecamatan dimana Ile Lewotolok berada.
Secara Harafiah Ile Ape... adalah gunung berapi, Ile berarti gunung, Ape berarti api. Ile Ape = Gunung Api. Ile Lewotolok atau yang lebih dikenal dengan nama Ile Ape memiliki ketinggian 1.450 meter di atas permukaan laut. Menurut catatan, Ile Lewotolok telah meletus sebanyak beberapa kali sejak tahun 1660. Lalu meletus lagi pada tahun 1819, kemudian pada tahun 1821, tahun 1864, Tahun 1889 dan 1920.

Perjalanan ke Ile Lewotolok.

Pendakian yang telah direncanakan di mulai pada jam 02.00 pagi, baru dapat di mulai pada jam 04.00 pagi. Sebuah awal memulai perjalanan pendakian yang terlambat, karna sudah pasti tidak dapat menyaksikan matahari terbit dari puncak gunung.
Untuk sampai ke puncak Ile Lewotolok dapat ditempuh memalui beberapa jalur pendakian dan kami memilih menempuh perjalanan melakukan pendakian melaui Lewohala. Dengan pertimbangan jalur ini lebih mudah untuk melakukan pendakian. Kami berempat dengan menggunakan dua sepedamotor memulai perjalanan menuju kampung adat Lewohala, motor kemudian di parkir di kampung adat kemudian dilanjutkan dengan perjalanan kaki.
Kami di pandu oleh Philipus Domaking. Dari kampung adat Lewohala, kami melewati kebun-kebun milik masyarakat, hutan kayu pahlawan…suara kicauan burung bersahutan…seakan memberi semangat bagi kami…perlahan dan pasti, langkah kaki kami meninggalkan hamparan hutan kayu pahlawan dan memasuki padang dengan tekstur tanah bebatuan yang mudah runtuh sehingga sangat membutuhkan ke hati – hatian. Samar – samar aroma belerang mulai tercium bercampur dengan aroma keringat yg membasahi tubuh. Angin yang bertiup memberikan sebuah kesejukan tersendiri pada setiap ayunan langkah kaki menuju puncak ile lewotolok.

Ada keunikan yang dimiliki oleh Philipus Domaking sang pemandu, ketika kami memasuki area padang sang pemandu melakukan pendakian dengan cara berlari. Ketika kami bertiga sampai pada tempat dia menunggu kami, dia melakukan pendakian dengan cara yng sama lagi…berlari…dan sy hanya bisa berucap “ah…kalo kita bertiga juga mendaki dengan cara berlari seperti dia, pasti akan lbh cepat sampai ke puncak”.

Mendekati puncak Ile Lewotolok, kami sejenak berisirahat, duduk menikmati pemandangan lembata dr ile lewotolok sungguh sebuah keindahan yang luar biasa…dan tidak hanya keindahan lembata…jauh disana….di adonara terlihat Ile Boleng berdiri dengan megahnya. Kami kemudian melanjutkan perjalanan kami mencapai puncak ile lewotolok. Semua rasa lelah dalam pendakian selama 3 jam seketika sirna ketika tiba di puncak ile lewotolok.

Gambaran Sebuah Keagungan.
Setelah puas menikmati pemandangan dari puncak ile lewotolok dan mengabadikan gambar dari puncak ile lewotolok, kami menuju kawah. Bau belerang yang menyengat sungguh tidak berarti, karna yang ada hanyalah keinginan untuk bisa menyisiri kawah ile lewotolok. Berjalan di atas hamparam batu magma hitam menuju kawah…kami kemudian menjejakan kaki di atas hamparan pasir putih di tengah kawah. LUAR BIASA….sy bergumam….hamparan pasir putih di tengah kawah...

Diatas hamparan pasir putih ini ada banyak nama yang di tulis dengan cara menyusun batu batu magma hitam menjadi huruf dan membentuk nama. Nama – nama yang ada merupakan nama dari orang – orang yang telah menjejakan kaki di kawah ile lewotolok.
Dari hamparan pasir putih kami berjalan menuju belerang. Berjalan menuju belerang itu seperti melangkahkan kaki di atas kulit telur rebus. Butuh kehati hatian karna akibat panas dari dalam perut gunung, batu – batuan menjadi seperti di masak…dan jika salah menginjakkan kaki maka rasanya seperti menginjak kulit telur rebus.

Dari belerang kami kemudian menyisiri sebuah kali kecil yang kering dengan pasir kalinya, dan pada tebing bagian barat begitu banyak tumbuh rumput. Dari bagian ini kami kemudian menuju bagian barat sampai utara. Pada bagian ini adalah
hamparan yang terdiri dari campuran tanah, debu dan pasir yang sdh mengering dan membentuk pecahan pecahan….seperti ubin alam, yang pada bagian atasnya terdapat hamparan batu magma hitam. Ile Lewotolok, dengan semua yang di milikinya adalah “Gambaran Sebuah Keagungan”. Kurang lebih satu setengah jam kami berada di kawah ile lewotolok, setelah puas menyisiri kawah dan mengabadikan gambar, saatnya kami harus pulang. “Perjalananku bukan perjalananmu, Perjalananku juga perjalananmu” (AlHilari)

Menikmati sunrise dari kaki Ile Lewotolok.

                                         Puncak Ile Lewotolok setelah hutan kayu pahlawan.

Istirahat sejenak sambil menikmati pemandangan.

Hamparan pasir putih di kawah Ile Lewotolok.

Dia sang pemandu.

Mengambil belerang di Ile Lewotolok.

Berdiri di atas belerang.

Hamparan yang terdiri dari campuran tanah, debu dan pasir yang sdh mengering.

Kami begitu kecil di tengah alam.

Saatnya pulang.

Seja di P. Lomblen (P. Lembata), jauh di sana Ile Boleng berdiri dengan megahnya.

Senin, 16 Maret 2015

R O K A T E N D A.....
Sebuah Harapan Yang TAK PERNAH PUDAR.





“…..Saat itu...ketika G. Api Rokatenda Meletus...dalam perjalanan dari Lei menuju Nitung, menyusuri jalur aliran lahar di Ojeubi...menyaksikan merahnya seng atap rumah yang karat dan jebol akibat abu gunung rokatenda......menyaksikan jembatan yang putus....menyaksikan bocah-bocah yang tidak bersekolah di nitung karna semua guru dan teman - teman sekolah yang telah mengungsi....menyaksikan orang yang tidak bisa menggunakan air dari bak penampung akibat abu gunung rokatenda....menyaksikan guru yang harus berjalan kaki dari rokirole ke lidi karna akses jalan yang putus...menyaksikan putihnya semua tanaman di lidi yang tertutup abu G. Rokatenda...menyaksikan bocah - bocah bersekolah di tenda pengungsian....menyaksikan kehidupan ditempat pengungsian...dan menyaksikan setiap upaya kemanusiaan dari semua orang untuk palu'e...dalam hati sy berharap, semoga suatu saat sy bisa menjejakan kai di Kawah G. Rokatenda”
                                                                    *********


Siang itu sy mendapat sebuah singkat melaui sms dari Palu'e, isi pesannya hanya sebuah pertanyaan..."Mau ke G. Rokatenda..??. dan sy hanya membalas pesan tersebut dengan sebuah jawaban singkat dengan hufur kapital…" SANGAT". Jam 05.00 Pada hari yang sudah di tentukan, sy dan Hy Fredy "sang pelancong" menuju Pulau Palu'e melalui Pelabuhan L. Say Maumere. Lamanya perjalanan yang harus ditempuh kurang lebih 4 Jam untuk sampai ke palu'e, dan Putri Dela, nama motor laut yang kami tumpangi itu membawa kami tiba di Palu'e.

Kami kemudian bertemu dengan Om Icong, demikian beliau selalu di sapa. Beliau adalah seorang sekretaris desa di Kantor Desa Kesokoja. Beliaulah yang akan memandu kami melakukan pendakian G. Rokatenda.

Harapan YG TAK PERNAH PUDAR.

Kami memulai perjalanan kami untuk mendaki G. Rokatenda pada jan 02.00 pagi. Dari Kesokoja kami menggunakan sepeda motor menuju wolondopo yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan kaki. Seiring ayunan langkah kaki dalam pendakian menuju G. Rokatenda, potongan – potongan catatan yang ada pada sebuah buku lusuh pada saat G. Rokatenda meletus kembali satu persatu muncul dalam ingatanku.

Pendakian yang kami lakukan sedikit terhambat ketika kami harus mencari jalan setapak. Karna sejak meletusnya G. Rokatenda sampai dengan pendakian yang kami lakukan pagi itu, belum pernah lagi dilakukan pendakian ke G. Rokatenda, sehingga jalan setapak yang biasanya dilalui sebagai jalur pendakian sudah tertutup semak belukar yang lebat. Ada sedikit kecemasan ketika ada usulan untuk kembali dn pendakian dilakukan pada keesokan harinya, yang kemudian hilang karna jalur jalan setapak ditemukan dan kami kemudian melanjutkan pendakian menuju G. Rokatenda. Jam 5.30 kami tiba di puncak G. Rokatenda. Istirahat sejenak sambil menikmati dan mengabadikan sunrise puncak G. Rokatenda, kami kemudian turun menuju kawah G. Rokatenda, dan….harapan yang tak pernah pudar itupun terwujut ketika langkah kaki sampai di titik pusat kawah G. Rokatenda. "Perjalananku bukan perjalananmu, perjalananku juga perjalananmu".  (AlHilari)

Pendakian malam hari.

Menikmati Sunrise.

Mengabadikan sunrise.

Yang selalu terlihat dalam perjalanan maumere ke palue atau sebaliknya.

Kawah G. Rokatenda.

Mengabadikan kawah & titik pusat letusan.

Sisa - sisa belerang yang mengering.

Sebelum pulang.